BOJONG GEDE
Bojong Gede hari
ini...
Ngga kebayang
akhirnya gw resmi menjadi warga daerah Bojong gede walaupun hanya sebatas de facto dan belum (terfikirkan untuk
melengkapi menjadi) de yuro karena
KTP gw masih KTP daerah Senen Jakarta Pusat. Apalagi baru beberapa bulan ini
ketika menjelang pilkada Gubernur DKI Jakarta gw udah resmi memegang E-KTP. Ya... kenyataannya hanya sebatas de facto. Setelah sah secara agama dan
secara hukum negara Republik Indonesia dalam melewati prosesi Ijab dan Qobul
yang suci, gw dan istri gw tinggal di rumah sederhana di Perumahan Puri Santika
yang ada di salah satu wilayah di Bojong Gede tercinta ini, tepatnya di
Desa Nanggerang yang termasuk ke dalam
wilayah Sukma Jaya.
Bojong gede adalah
suatu daerah yang sangat asing buat gw. Paling ngga hal itu terjadi sampai dua
tahun yang lalu. Sampai dua tahun lalu di dalam benak gw kata “Bojong” atau
yang sering di sandingkan dengan kata “kenyot” adalah dua kata asing yang
sering di gabungkan untuk membentuk sebuah istilah yang berbunyi “Bojong Kenyot”.
Merupakan suatu nama daerah yang terlalu fiksi untuk menjadi kenyataan sama halnya
seperti “Ujung Berung”. Bojong kenyot juga merupakan nama yang cukup aneh di
dengar telinga gw dan sering menjadi sebuah bahan tertawaan ketika gw dan
temen-temen bercanda untuk membahas sebuah tempat yang menunjukkan
ketidakberadaannya tetapi lucu untuk disebutkan karena ketidaktahuan sama
seperti halnya Ujung Berung.
Mungkin sobat
bloggers punya pengalaman lain yang sama tentang tempat yang sangat asing di
dengar dan sangat mustahil untuk menjadi kenyataan tetapi pada akhirnya di
kemudian hari sobat bloggers membuktikan sendiri bahwa tempat itu ada. Silahkan
cerita di blog ini...!!!
Di benak gw Bojong
lebih beruntung dari pada Ujung berung, karena Ujung berung bertransformasi empat
bulan lebih lama dari Bojong, dari
sebuah istilah khayal yang sering menjadi bahan tertawaan klasik keseharian
menjadi istilah fakta yang realistis yang merupakan suatu daerah yang menjadi
bagian dari Provinsi Jawa Barat, tepatnya di kota Bandung. Hal itu terjadi
kira-kira dua tahun yang lalu ketika gw menjalani Pelatihan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di Depok selama satu minggu. Pada saat itu setiap peserta
di bagikan sebuah paket seminar kit. Di dalam seminar kit terdapat buku catatan
yang cover depannya bertuliskan
alamat kator Balai K3 yang bertempat di Ujung berung, Bandung. Pada saat itu gw
ngga berharap lagi menggunakan kata Ujung berung sebagai bagian dari bahan
tertawaan pada saat obrolan kesehariaan dengan teman-teman. Hal itu pastinya
udah ngga lucu lagi buat gw, karena faktanya Ujung berung merupakan tempat yang
memang benar-benar ada.
Empat bulan sebelum
seminar itu, seorang sepupu gw meminta gw untuk datang ke rumahnya untuk
mengenalkan (berniat menjodohkan) gw kepada seorang wanita, Pada saat
perkenalan itulah wanita itu mengatakan bahwa ia tinggal di daerah Bojong gede,
dan itu adalah saat di mana telinga gw bersinkronisasi dengan otak gw secara
cepat untuk mengirimkan sinyal dan berharap bisa merubah dengan cepat kata Bojong
yang berupa istilah fiksi lelucon klasik dan khayal menjadi istilah yang
realistis.
Sampai akhirnya satu
tahun enam bulan setelah bertemu dengan wanita itu, karma akibat sering
mentertawakan Bojong sebagai bahan obrolan lelucon menimpa gw. Karma itu bukanlah
karma kutukan yang menyeramkan, tetapi yang terjadi adalah karma romantisme
cinta sepasang anak manusia yang saling mencintai bersatu di pelaminan. Letak
singasana pelaminanpun tidak jauh dari Bojong gede, tepatnya di Citayam. Sampai pada detik ini wanita itu ada di
samping gw karena ternyata sepupu gw berhasil mencapai misinya, wanita itu
menjadi istri gw. Kita berdua hidup dalam rumah sederhana di dalam romanitika
udara sejuk Bojong Gede.
Sudahlah cukup image (dibaca: imej) negatif gw tentang
istilah Bojong di waktu yang lampau. Sekarang gw akan memberikan pendapat gw
tentang daerah kecil yang perlahan mulai gw cintai ini.
----------------------------------
Cukup menarik
membaca sejarah Bojong gede yang di tulis oleh beberapa sobat bloggers di blogspotnya.
Dari artikel-artikel yang gw baca itu sedikit yang bisa gw ambil kesimpulan
ternyata Bojong gede sejak zaman dahulu merupakan daerah yang cukup strategis
yang berada di tengah-tengah wilayah kerajaan Jayakarta dan Padjajaran. Bojong
juga merupakan akses menuju Depok yang pada saat itu Depok adalah pusat
perdagangan yang cukup ramai. Sayangnya di beberapa blogspot itu ngga disebutin
dari mana asal kata dan arti kata Bojong. Sobat bloggers yang merasa tinggal di
wilayah Bojong gede wajib baca tuh sejarahnya.
Menurut pendapat gw
bojong gede adalah sebuah daerah penyangga Jakarta yang masih cukup asri,
sejuk, dan dengan udara yang relatif bersih. Beberapa hal ini tentu jangan di
bandingkan dengan wilayah puncak Bogor atau lembang Bandung, tentu jauh sekali
bedanya. Cobalah sobat bloggers bandingkan dengan wilayah penyangga Jakarta
yang lain seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kesimpulan gw bukan sekedar
kesimpulan omong kosong. Kalau berbicara Stasiun dan Pasar Bojong gede, gw
setuju kalo Bojong gede sudah mulai terlihat “kota”nya dan polusinya, tapi kalo
sobat bloggers menuju ke arah griya, susukan, nanggela, nanggerang, sukma jaya,
maka masih terlihat “desa”nya meskipun sedikit demi sedikit sudah mulai
berkurang ke-asriannya karena sudah mulai banyak perumahan yang tumbuh di
daerah-daerah itu. Kelebihan-kelebihan di Bojong gede bukan tanpa alasan.
Selain karena masih banyak pepohonan dan kebun yang luas juga akses jalan yang
masih terlihat seperti jalan kampung (walaupun sudah beraspal) karena jalanan
yang relatif tidak lebar, jumlah kendaraan yang melalui jalan ini juga relatif
tidak bayak. Jalanan yang tidak lebar itu adalah jalan alternatif yang menghubungkan
wilayah Parung dengan Cibinong dan Citayam melalui Bojong gede. Sedangkan jalan
utama yang sering dipilih pengendara dari Parung menuju Bojong gede dan
sekitarnya adalah melalui Billabong dan Bumi waringin elok.
Bojong gede adalah
suatu daerah (kalau belum bisa dikatakan sebagai sebuah kota kecil) yang indah
yang pada dasarnya merupakan sebuah perbukitan. Jalanan yang berkelok-kelok
disertai dengan turunan dan tanjakan adalah ciri khasnya.
Akses untuk ke
daerah ini pun mudah. Dari arah Bogor atau Jakarta sobat bloggers tinggal ambil
jalan Raya Bogor kemudian arahkan kendaraanya menuju jalan Pemda Kabupaten
Bogor kemudian lurus saja hingga mencapai pertigaan letter “T” di daerah bambu
kuning. Dari sini sobat bloggers bisa memilih berbelok ke kiri atau ke kanan.
Jalan yang paling dekat adalah belok ke kiri hingga beberpa puluh meter
menyebrangi rel sobat blogger belok ke kanan. Dari belokan ini sobat blogger
sudah bisa menikmati wilayah Bojong gede
yang asri dengan jalanan yang berkelok-kelok disertai turunan dan tanjakan.
Sedangkan
alternatif lain dari pertiggaan letter “T” tadi adalah belok ke kanan. Dari
belok kanan ini sobat bloggers harus berjalan agak jauh hingga hampir dua
kilometer. Setelah itu sobat bloggers akan menemui perumahan Puri Bojong
Lestari yang terletak di sebelah kiri jalan. Sobat bloggers masuk ke
jalan perumahan ini kira-kira 150 meter kemudian akan di sambut dengan tanjakan
yang sangat curam untuk masuk ke wilayah desa susukan. Desa susukan adalah
salah satu desa yang merupakan bagian dari wilayah Bojong gede.
Akses selanjutnya
yang bisa di gunakan untuk menuju Bojong gede adalah dengan menggunakan KRL (Kereta
Rel Listrik) commuter line. Sobat
blogger yang menggunakan KRL ini bisa turun di stasiun Bojong gede. Selanjutnya
untuk memudahkan menuju beberapa desa di Bojong gede sobat blogger bisa
menggunakan angkot warna biru dengan nomer 12 yang biasanya ngetem di pasar Bojong gede. Untuk sobat
bloggers yang berada di wilayah Depok dan Citayam untuk bisa sampai di Bojong
gede bisa menggunakan angkot warna biru nomer 05 dengan jurusan Depok – Citayam
– Bojong gede. Sampai pasar Bojong gede sobat bloggers tinggal melanjutkan
menggunakan angkot 12.
Dengan lokasinya
yang hanya berjarak sekitar 45 km dari Jakarta, Bojong gede merupakan wilayah
alternatif penyanggah Ibukota yang potensial untuk di jadikan sebagai daerah
hunian. Melihat wilayah penyanggah Ibukota lain yang lebih dulu tumbuh seperti
Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang kian hari pertumbuhannya kian hari makin
pesat, maka hampir bisa di pastikan bahwa wilayah Bojong gede beberapa tahun ke
depan akan memiliki tingkat kepadatan penduduk yang hampir sama dengan
wilayah-wilayah itu.
Dengan sedikit deskripsi yang gw gambarkan tadi, akhirnya gw akan
mencoba untuk semakin mencintai daerah yang dari salah satu sudutnya bisa
terlihat dengan jelas gunung Salak yang indah ini.
sejuk nih mas di bjggde...
BalasHapusmampir ya www.greenworldfreedom.com