Sabtu, 19 Januari 2013

BOJONG GEDE



BOJONG GEDE

Bojong Gede hari ini...
Ngga kebayang akhirnya gw resmi menjadi warga daerah Bojong gede walaupun hanya sebatas de facto dan belum (terfikirkan untuk melengkapi menjadi) de yuro karena KTP gw masih KTP daerah Senen Jakarta Pusat. Apalagi baru beberapa bulan ini ketika menjelang pilkada Gubernur DKI Jakarta gw udah resmi memegang E-KTP. Ya... kenyataannya hanya sebatas de facto. Setelah sah secara agama dan secara hukum negara Republik Indonesia dalam melewati prosesi Ijab dan Qobul yang suci, gw dan istri gw tinggal di rumah sederhana di Perumahan Puri Santika yang ada di salah satu wilayah di Bojong Gede tercinta ini, tepatnya di Desa  Nanggerang yang termasuk ke dalam wilayah Sukma Jaya.

Bojong gede adalah suatu daerah yang sangat asing buat gw. Paling ngga hal itu terjadi sampai dua tahun yang lalu. Sampai dua tahun lalu di dalam benak gw kata “Bojong” atau yang sering di sandingkan dengan kata “kenyot” adalah dua kata asing yang sering di gabungkan untuk membentuk sebuah istilah yang berbunyi “Bojong Kenyot”. Merupakan suatu nama daerah yang terlalu fiksi untuk menjadi kenyataan sama halnya seperti “Ujung Berung”. Bojong kenyot juga merupakan nama yang cukup aneh di dengar telinga gw dan sering menjadi sebuah bahan tertawaan ketika gw dan temen-temen bercanda untuk membahas sebuah tempat yang menunjukkan ketidakberadaannya tetapi lucu untuk disebutkan karena ketidaktahuan sama seperti halnya Ujung Berung. 

Mungkin sobat bloggers punya pengalaman lain yang sama tentang tempat yang sangat asing di dengar dan sangat mustahil untuk menjadi kenyataan tetapi pada akhirnya di kemudian hari sobat bloggers membuktikan sendiri bahwa tempat itu ada. Silahkan cerita di blog ini...!!!

Di benak gw Bojong lebih beruntung dari pada Ujung berung, karena Ujung berung bertransformasi empat bulan lebih lama dari Bojong,  dari sebuah istilah khayal yang sering menjadi bahan tertawaan klasik keseharian menjadi istilah fakta yang realistis yang merupakan suatu daerah yang menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat, tepatnya di kota Bandung. Hal itu terjadi kira-kira dua tahun yang lalu ketika gw menjalani Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Depok selama satu minggu. Pada saat itu setiap peserta di bagikan sebuah paket seminar kit. Di dalam seminar kit terdapat buku catatan yang cover depannya bertuliskan alamat kator Balai K3 yang bertempat di Ujung berung, Bandung. Pada saat itu gw ngga berharap lagi menggunakan kata Ujung berung sebagai bagian dari bahan tertawaan pada saat obrolan kesehariaan dengan teman-teman. Hal itu pastinya udah ngga lucu lagi buat gw, karena faktanya Ujung berung merupakan tempat yang memang benar-benar ada. 

Empat bulan sebelum seminar itu, seorang sepupu gw meminta gw untuk datang ke rumahnya untuk mengenalkan (berniat menjodohkan) gw kepada seorang wanita, Pada saat perkenalan itulah wanita itu mengatakan bahwa ia tinggal di daerah Bojong gede, dan itu adalah saat di mana telinga gw bersinkronisasi dengan otak gw secara cepat untuk mengirimkan sinyal dan berharap bisa merubah dengan cepat kata Bojong yang berupa istilah fiksi lelucon klasik dan khayal menjadi istilah yang realistis

Sampai akhirnya satu tahun enam bulan setelah bertemu dengan wanita itu, karma akibat sering mentertawakan Bojong sebagai bahan obrolan lelucon menimpa gw. Karma itu bukanlah karma kutukan yang menyeramkan, tetapi yang terjadi adalah karma romantisme cinta sepasang anak manusia yang saling mencintai bersatu di pelaminan. Letak singasana pelaminanpun tidak jauh dari Bojong gede, tepatnya di Citayam.  Sampai pada detik ini wanita itu ada di samping gw karena ternyata sepupu gw berhasil mencapai misinya, wanita itu menjadi istri gw. Kita berdua hidup dalam rumah sederhana di dalam romanitika udara sejuk Bojong Gede.
Sudahlah cukup image (dibaca: imej) negatif gw tentang istilah Bojong di waktu yang lampau. Sekarang gw akan memberikan pendapat gw tentang daerah kecil yang perlahan mulai gw cintai ini.

----------------------------------

Cukup menarik membaca sejarah Bojong gede yang di tulis oleh beberapa sobat bloggers di blogspotnya. Dari artikel-artikel yang gw baca itu sedikit yang bisa gw ambil kesimpulan ternyata Bojong gede sejak zaman dahulu merupakan daerah yang cukup strategis yang berada di tengah-tengah wilayah kerajaan Jayakarta dan Padjajaran. Bojong juga merupakan akses menuju Depok yang pada saat itu Depok adalah pusat perdagangan yang cukup ramai. Sayangnya di beberapa blogspot itu ngga disebutin dari mana asal kata dan arti kata Bojong. Sobat bloggers yang merasa tinggal di wilayah Bojong gede wajib baca tuh sejarahnya.

Menurut pendapat gw bojong gede adalah sebuah daerah penyangga Jakarta yang masih cukup asri, sejuk, dan dengan udara yang relatif bersih. Beberapa hal ini tentu jangan di bandingkan dengan wilayah puncak Bogor atau lembang Bandung, tentu jauh sekali bedanya. Cobalah sobat bloggers bandingkan dengan wilayah penyangga Jakarta yang lain seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kesimpulan gw bukan sekedar kesimpulan omong kosong. Kalau berbicara Stasiun dan Pasar Bojong gede, gw setuju kalo Bojong gede sudah mulai terlihat “kota”nya dan polusinya, tapi kalo sobat bloggers menuju ke arah griya, susukan, nanggela, nanggerang, sukma jaya, maka masih terlihat “desa”nya meskipun sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang ke-asriannya karena sudah mulai banyak perumahan yang tumbuh di daerah-daerah itu. Kelebihan-kelebihan di Bojong gede bukan tanpa alasan. Selain karena masih banyak pepohonan dan kebun yang luas juga akses jalan yang masih terlihat seperti jalan kampung (walaupun sudah beraspal) karena jalanan yang relatif tidak lebar, jumlah kendaraan yang melalui jalan ini juga relatif tidak bayak. Jalanan yang tidak lebar itu adalah jalan alternatif yang menghubungkan wilayah Parung dengan Cibinong dan Citayam melalui Bojong gede. Sedangkan jalan utama yang sering dipilih pengendara dari Parung menuju Bojong gede dan sekitarnya adalah melalui Billabong dan Bumi waringin elok.  

Bojong gede adalah suatu daerah (kalau belum bisa dikatakan sebagai sebuah kota kecil) yang indah yang pada dasarnya merupakan sebuah perbukitan. Jalanan yang berkelok-kelok disertai dengan turunan dan tanjakan adalah ciri khasnya. 

Akses untuk ke daerah ini pun mudah. Dari arah Bogor atau Jakarta sobat bloggers tinggal ambil jalan Raya Bogor kemudian arahkan kendaraanya menuju jalan Pemda Kabupaten Bogor kemudian lurus saja hingga mencapai pertigaan letter “T” di daerah bambu kuning. Dari sini sobat bloggers bisa memilih berbelok ke kiri atau ke kanan. Jalan yang paling dekat adalah belok ke kiri hingga beberpa puluh meter menyebrangi rel sobat blogger belok ke kanan. Dari belokan ini sobat blogger sudah bisa menikmati  wilayah Bojong gede yang asri dengan jalanan yang berkelok-kelok disertai turunan dan tanjakan. 

Sedangkan alternatif lain dari pertiggaan letter “T” tadi adalah belok ke kanan. Dari belok kanan ini sobat bloggers harus berjalan agak jauh hingga hampir dua kilometer. Setelah itu sobat bloggers akan menemui perumahan Puri Bojong Lestari yang terletak di sebelah kiri jalan. Sobat bloggers masuk ke jalan perumahan ini kira-kira 150 meter kemudian akan di sambut dengan tanjakan yang sangat curam untuk masuk ke wilayah desa susukan. Desa susukan adalah salah satu desa yang merupakan bagian dari wilayah Bojong gede.

Akses selanjutnya yang bisa di gunakan untuk menuju Bojong gede adalah dengan menggunakan KRL (Kereta Rel Listrik) commuter line. Sobat blogger yang menggunakan KRL ini bisa turun di stasiun Bojong gede. Selanjutnya untuk memudahkan menuju beberapa desa di Bojong gede sobat blogger bisa menggunakan angkot warna biru dengan nomer 12 yang biasanya ngetem di pasar Bojong gede. Untuk sobat bloggers yang berada di wilayah Depok dan Citayam untuk bisa sampai di Bojong gede bisa menggunakan angkot warna biru nomer 05 dengan jurusan Depok – Citayam – Bojong gede. Sampai pasar Bojong gede sobat bloggers tinggal melanjutkan menggunakan angkot 12. 

Dengan lokasinya yang hanya berjarak sekitar 45 km dari Jakarta, Bojong gede merupakan wilayah alternatif penyanggah Ibukota yang potensial untuk di jadikan sebagai daerah hunian. Melihat wilayah penyanggah Ibukota lain yang lebih dulu tumbuh seperti Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang kian hari pertumbuhannya kian hari makin pesat, maka hampir bisa di pastikan bahwa wilayah Bojong gede beberapa tahun ke depan akan memiliki tingkat kepadatan penduduk yang hampir sama dengan wilayah-wilayah itu.

Dengan sedikit deskripsi yang gw gambarkan tadi, akhirnya gw akan mencoba untuk semakin mencintai daerah yang dari salah satu sudutnya bisa terlihat dengan jelas gunung Salak yang indah ini.

1 komentar: