Senin, 21 Januari 2013

DI MANA ADA KEMAUAN DI SITU ADA JALAN

DI MANA ADA NIAT DI SITU ADA JALAN



Kejadian ini kira-kira terjadi sembilan tahun yang lalu tepatnya di tahun 2004 ketika aku belum genap satu tahun berkuliah. Walaupun sudah duduk di bangku kuliah tetapi aku masih tetap menjaga hubungan baikku dengan teman-teman sewaktu di SMF (Sekolah Menengah Farmasi atau sekarang lebih dikenal dengan sebutan Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi) tidak terkecuali dengan teman-teman ku di Rohis (Rohani Islam). Aku memang cukup aktif di Rohis sewaktu SMF dulu, karena di dalam Rohis lah yang bisa membantu ku untuk lebih mengetahui lebih dalam tentang Agama. Selain karena jumlah jam pelajaran agama yang tidak lebih dari dua jam dalam satu minggu, pendidikan agama di keluarga ku pun biasa-biasa saja yang membuatku memutuskan untuk aktif di Rohis.



Setelah lulus, kami teman-teman Rohis bersepakat untuk tetap berkumpul untuk menjaga silaturrahmi kami. Satu bulan sekali kami berkumpul yang bertempat di rumah masing-masing dari kami secara bergatian. Sampailah tiba saat kami harus berkumpul dan bersilaturrahmi di salah satu teman kami yang bernama Lukman. Selama sekolah aku baru satu kali mengunjungi rumahnya di daerah kalibata. Buat ku jalan menuju rumahnya cukup sulit di hafalkan dalam satu kali kunjungan. Selain karena aku tidak begitu mengenal daerah kalibata, banyak gang yang harus di lalui untuk sampai menuju rumahnya adalah kendala yang aku alami selanjutnya.



Rumahku pada waktu itu ada di wilayah Bungur-Senen, Jakarta Pusat. Yang hanya aku ingat untuk menuju ke rumahnya adalah aku harus sampai di Kampung Melayu terlebih dahulu setelah itu aku tidak ingat lagi angkot (angkutan kota) apa yang harus aku gunakan. Setelah naik angkot itupun aku tidak tahu harus turun di mana dan setelah turun harus berjalan ke mana untuk sampai menuju ke rumahnya aku tidak ingat.



Pagi itu aku putuskan untuk lebih dulu menelpon ke rumahnya sebelum berangkat. Aku ingin menanyakan secara jelas angkot dan jalan yang harus aku lalui. Ternyata telepon ku tidak dijawab.


Beberapa saat kemudian dengan berbekal alamat lengkap rumahnya yang aku hafalkan dahulu sebelum berangkat, aku putuskan untuk menuju Kampung Melayu dengan harapan aku akan menelponnya lagi ketika sampai di sana. Setelah aku sampai di kampung melayu begitu banyak angkot yang melintas di depanku  termasuk angkot nomer 16 jurusan Kampung melayu – Pasar minggu melintas di depaku. Secara tiba-tiba aku ingat bahwa angkot itu lah yang harus aku tumpangi untuk menuju ke rumah Lukman. Tanpa menelpon lagi aku langsung naik ke angkot itu.



Kendala selanjutnya yang muncul ketika aku sudah berada di angkot itu adalah di mana aku harus turun? Di dalam angkot aku buka dan cari kembali lembaran-lembaran ingatanku secara cepat sewaktu aku ke rumahnya dulu. Tak butuh berapa lama ternyata aku bisa mengingatnya. Akhirnya aku turun dari angkot kira-kira terlewat 50 meter dari depan gang yang seharusnya aku lalui. Kendala selanjutnya muncul lagi. Setelah melewati gang yang pertama harus gang yang mana lagi yang harus aku lewati? Tetapi perlahan ingatan itu muncul dengan sendirinya. Sampai akhirnya aku sampai di pertengahan gang yang ke tiga.



Ingatanku untuk menuju rumahnya mentok sampai disini. Beberapa kali keluar masuk gang aku lalui dengan wajah yang agak lelah bercampur bingung, tetapi tidak ada petunjuk tanda yang memicu otakku untuk membuka lembaran ingatan peta jalan yang terakhir itu.



Setelah itu aku putuskan untuk kembali menelponnya. Di saat aku ingin menelponnya, tiba-tiba ada seorang Bapak menegurku. “Ade maaf saya liat ade bolak-balik keluar masuk gang, ade kebingungan ya?” tanya bapak itu heran, “iya nih pak... saya lagi nyari alamat” jawabku. Kemudian bapak itu melanjutkan “emang alamatnya di mana?”. Tanpa berfikir lama karena aku sudah menghafalkan alamatnya dengan baik maka aku sebutkan lengkap alamatnya kepada bapak itu. Cukup tekun bapak itu mendengarkan alamat yang aku sebutkan, sepertinya dia cukup memahami alamat yang ku cari-cari. Entah mungkin karena dia ketua RT atau memang dia penghuni senior wilayah itu? Hanya Tuhan dan warga sekitar situ yang tahu!!



Tanpa merespon alamat yang telah aku sebutkan, setelah itu bapak itu melanjutkan “emang nama temannya siapa?” “Lukman pa’!!” jawabku spontan karena sudah cukup lelah dan kebingungan pada waktu itu. Dengan reaksi cepat bapak itu menjawab dengan mulut yang terbuka lebih lebar dari kalimat-kalimat sebelumnya dan dengan rasa senang bapak itu mengata kan “OOO...... LUKMAN.... ITU mah  ANAK SAYA.... HA..... HA....HA....!!!!” Sontak jawaban itu membuat wajahku menjadi sumringah. Jawaban bapak itu aku sambut dengan senyum yang tidak kalah lebarnya dengan tawa bapak itu. Lega sekali hati ku mendengar jawaban dari bapak itu. “Ayo saya anter...” bapak itu menawarkan bantuan untuk menuju ke rumahnya.



Tidak sampai satu menit akhirnya aku sampai di rumah Lukman atau lebih tepatnya rumah milik Bapak itu, karena Bapak itu adalah Bapaknya Lukman. Sesaat aku berfikir pada waktu itu mungkin inilah pertolongan dari Allah ketika aku sudah berniat baik untuk bersilaturrahmi mengunjungi rumah salah satu temanku tetapi pada saat yang sama aku tidak mengetahui jalan menuju rumahnya. Memang jalan yang di lalui tidak mulus dan butuh sedikit perjuangan, tetapi asalkan ada kemauan pasti Allah memberikan jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar