Umat
Islam mengenal dua Hari Raya yang dirayakan setiap tahun, yaitu hari Raya Idul
Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Ternyata dua hari raya yang berbeda ini
mempunyai Relasi (Hubungan) yang sangat erat sekali. Dedi Suharto dalam bukunya
yang berjudul Keluarga Qur’ani : Meneladani Ibrahim as., Membangun Keluarga
Sukses Bahagia, Membagi hubungan dua hari raya ke dalam dua aspek tinjauan,
yaitu:
1.
Relasi Dua Rukun Islam
Pertama,
relasi dua hari raya merefleksikan relasi dua rukun Islam, yaitu rukun Islam
tentang beribadah puasa dan rukun Islam tentang beribadah haji. Bila berkenaan
dengan hari raya Idul Fitri, kita melaksanakan ibada puasa Ramadhan selama satu
bulan penuh sebelumnya, sedangkan berkaitan dengan hari raya Idul Adha,
sebagian masyarakat muslim, yang mampu dan berkesempatan, menunaikan ibadah
haji di Mekkah.
Relasi
dua rukun Iman ini menarik mengingat kedua ibadah utama ini memiliki
karakteristik istimewa yang berbeda. Ibadah puasa terkenal dengan pengajaran
pengendalian diri atau bersifat internal, sedangkan ibadah haji terkenal dengan
pengajaran untuk berkumpul dengan komunitas muslim lainnya dan berinteraksi
atau bersifat eksternal. Ibadah puasa merupakan sarana latihan sedangkan ibadah
haji merupakan sarana pembuktian. Ibadah puasa merupakan ibadah yang pahalanya
tidak secara pasti dapat ditentukan, mengingat Allah swt. sendiri yang akan
langsung membalasnya, sedangkan ibadah haji merupakan ibadah yang jaminannya
sudah pasti, yaitu surga.
Dengan
demikian kita mendapatkan relasi antara ibadah puasa dan ibadah haji yang
menarik, yaitu:
a)
Ibadah puasa dan ibadah haji merupakan
dua ibadah yang berkaitan. Ibadah yang satu merupakan landasan bagi yang
lainnya dan yang lainnya merupakan kelanjutan dari yang pertama
b)
Ibadah puasa merupakan fondasi bagi
pelaksanaan ibadah haji dan ibadah haji merupakan kelanjutan dari ibadah puasa.
Hal tersebut tidak menafikan bahwa masing-masing ibadah ini dapat dilakukan
secara terus-menerus di luar relasi tersebut setelah relasi dan pola hubungan
kedua ibadah tersebut telah terunaikan dengan baik
c)
Ibadah puasa memberikan landasan
konsepsional sehingga lebih bersfat abstrak, sedangkan ibadah haji
menggambarkan praktik dalam kehidupan nyata sehingga lebih bersifat konkret
d)
Ibadah puasa akan menghasilkan
keikhlasan dan takwa (kesalehan pribadi) sedangkan ibadah haji akan menghaslkan
al-birr atau kebajikan (kesalehan
sosial)
e)
Ibadah puasa terfokus kepada pembentukan
pribadi seorang muslim sehingga hasilnya diharapkan dapat menjadi bahan
pembentukan masyaakat muslim, sedangkan ibadah haji terfokus kepada pembentukan
masyarakat muslim tersebut.
2.
Relasi Takwa dan Al-birr (Kebajikan)
Kedua,
relasi dua hari raya merefleksikan relasi dua konsep besar dalam Islam, yaitu
konsep takwa dan konsep kebajikan (al-birr).
Bila ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan, yang karenanya kita merayakan
Idul Fitri, bertujuan agar kita menjadi takwa, maka ibadah haji yang dengannya
kita merayakan Idul Adha, bertujuan agar kita yang bekesempatan melaksanakan
ibadah haji menjadi orang yang berbakti karena hajinya penuh dengan kebajikan.
Relasi
kedua konsep besar ini menarik karena keduanya memiliki karakteristik yang
berbeda. Konsep takwa lebih abstrak sedangkan konsep al-birr lebih konkret. Konsep takwa pada dasarnya konsep nilai,
sedangkan konsep al-birr merupakan
konsep praktik. Konsep takwa bernuansa keagamaan sedangkan konsep al-birr bernuansa kemanusiaan.
Dengan
demikian kita mendapatkan relasi antara konsep takwa dan konsep al-birr yang menarik, yaitu:
a)
Konsep takwa dan konsep al-birr merupakan dua konsep yang
berkaitan, yang satu merupakan landasan bagi yang lainnya dan yang lainnya
merupakan kelanjutan dari yang pertama
b)
Takwa merupakan fondasi bagi al-birr dan al-birr merupakan kelanjutan dari takwa. Hal tersebut tidak
menafikan bahwa masing-masing konsep ini dapat diterapkan secara terus menerus
di luar relasi tersebut setelah relasi dan pola hubungan kedua konsep tersebut
telah tertunaikan dengan baik.
c)
Takwa lebih bersifat umum dan abstrak,
sedagkan al-birr lebih bersifat
khusus dan konkret.
d)
Takwa lebih cenderung kepada kesalehan
pribadi, sedangkan al-birr merupakan
kesalehan sosial.
e)
Takwa lebih bersifat transendental,
sedangkan al-birr lebih bersifat
horizontal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar